Kalau kamu pikir “berinfak” cuma soal ngasih uang, tunggu dulu. Di zaman Rasulullah ﷺ, para sahabat menjadikan infak sebagai bukti cinta dan totalitas mereka kepada Allah. Mereka nggak cuma ngasih “sisa” — tapi justru memberikan yang terbaik.
Yuk, kita kenalan dengan tiga tokoh inspiratif yang bakal bikin kita mikir ulang soal makna memberi.
- Abu Bakar Ash-Shiddiq: Beri Semuanya Tanpa Sisa
Kisah ini legendaris banget.
Suatu hari Rasulullah ﷺ mengajak para sahabat untuk berinfak di jalan Allah. Umar bin Khattab datang dengan separuh hartanya dan merasa sudah maksimal banget.
Tapi ketika Abu Bakar datang, Rasulullah bertanya,
“Wahai Abu Bakar, apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?”
Abu Bakar menjawab, “Aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya.”
Bayangin… seluruh hartanya diserahkan tanpa mikir dua kali.
Itu bukan karena beliau nggak mikir masa depan, tapi karena percaya penuh bahwa rezeki sejati datang dari Allah.
Kalau sekarang? Mungkin bentuknya bukan lagi seluruh tabungan, tapi “berani berinfak terbaik” meski di tengah cicilan, gaji pas-pasan, atau target hidup yang padat. Abu Bakar ngajarin kita: iman sejati terlihat dari seberapa rela kita melepas, bukan seberapa banyak kita punya.
- Umar bin Khattab: Kompetitif dalam Kebaikan
Umar dikenal tegas dan visioner, tapi di balik itu ada hati yang sangat peduli.
Waktu diminta berinfak untuk jihad, Umar langsung bawa separuh hartanya. Ia ingin “mengalahkan” Abu Bakar dalam kebaikan. Tapi setelah tahu Abu Bakar menyumbangkan semuanya, Umar cuma bisa berkata,
“Aku tak akan pernah bisa mengalahkan Abu Bakar.”
Keren ya kompetisinya bukan soal siapa paling kaya atau paling hits, tapi siapa paling dermawan.
Kalau di dunia kita sekarang, mungkin bentuknya: siapa paling konsisten sedekah tiap bulan, atau siapa paling cepat bantu ketika ada galang dana. Umar ngasih contoh: nggak apa-apa bersaing, asal kompetisinya bikin kita makin dekat sama Allah.
- Utsman bin Affan: Donatur Tetap Islam
Kalau sekarang ada “crazy rich” yang suka donasi besar, maka Utsman bin Affan adalah panutannya.
Ketika umat Islam kekurangan logistik untuk perang Tabuk, beliau menyumbang 300 unta lengkap dengan pelana dan bekalnya.
Bahkan, di masa kekeringan, beliau beli sumur milik seorang Yahudi agar airnya bisa diakses gratis oleh umat Muslim.
Utsman bukan cuma kaya tapi juga tahu cara memaknai kekayaan.
Bagi dia, harta adalah alat untuk menolong, bukan untuk pamer.
Kalau kamu punya rezeki lebih, bahkan cuma sedikit, Utsman ngajarin: gunakan itu untuk jadi bagian dari solusi.
Karena di mata Allah, nilai infak nggak diukur dari jumlahnya, tapi dari keikhlasannya.
Refleksi Buat Kita
Tiga sahabat ini punya gaya berinfak yang beda, tapi punya satu kesamaan: semuanya dilakukan karena cinta dan iman.
- Abu Bakar ngajarin totalitas.
- Umar ngajarin semangat kompetisi dalam kebaikan.
- Utsman ngajarin bagaimana menjadikan harta sebagai ladang amal.
Di zaman sekarang, bentuknya bisa macam-macam dari donasi online, bantu teman yang kesulitan, sampai berbagi ilmu atau waktu.
Yang penting, semangatnya sama: memberi dengan hati.
Karena sejatinya, infak itu bukan tentang seberapa banyak yang keluar dari dompet, tapi seberapa tulus yang keluar dari hati.





